Majalah45.com - TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - MMM di Indonesia sudah
menjadi leader di Asia Tenggara. Menurut informasi yang diungkapkan
Ketua Forum Komunikasi Persaudaraan Indonesia Regional Semarang (FKPI),
Kusnandi, Indonesia menjadi server MMM bagi Singapura, Malaysia, Nepal,
Cina, dan Hongkong.
Dia sangat menyesalkan jika bisnis yang juga dilakukannya tersebut akan dibawa ke ranah hukum seperti yang diketahuinya dari berita di media massa yang mulai beredar.
"Kami ini bukan arisan, bukan juga investasi. Apalagi utang piutang. Karena orang yang membantu tidak akan bertrasaksi lagi dengan yang dibantu. Kami ini bisnis dengan judul saling membantu satu sama lain walau tidak saling mengenal. Trust jadi hal yang kami pegang dalam bisnis ini," ujar Kus.
Walaupun MMM tak ada yang menjamin, tidak ada garansi, uang bisa saja hilang tapi selama 11 bulan berkutat dengan hal itu, Kus tidak merasa ada kerugian. "Kalaupun nanti ada yang membawa ke pengadilan bahwa bisnis ini melanggar, FKPI yang sudah berbadan hukum siap memanyungi," tegasnya.
Di Kota Semarang menurutnya sudah ada sekitar 50.000 partisipan MMM yang terdaftar. Namun bukan berarti ada 50.000 orang yang ikut karena tiap orang bisa memiliki lebih dari satu akun untuk didaftarkan ke sistem.
"MMM memiliki 10 pintu transaksi. Berbeda dengan bank yang hanya memiliki 1 atau 2 pintu. Namun kami tetap menjalankan asas saling membantu secara bergantian. Tak melulu minta bantuan dan mencari keuntungan perbulan saja," imbuhnya.
Sistem MMM memang memberi keuntungan kepada partisipan. Kenaikan perbulannya secara stabil naik 30 persen dari dana yang disetorkan ke laman. "Kenaikannya terjadi tiap hari Selasa dan Kamis. Perorang itungan bulannya berbeda beda tergantung kapan dia mulai masuk," lanjut Kus.
Dirinya pun tak ragu pada 23 Agustus mendatang mengadakan seminar MMM di Convention Hall MAJT Semarang. "Buat apa takut, kami ingin mensosialisasikan bisnis ini kepada lebih banyak orang," tukas Kus.
Kegandrungan ikut berbisnis dalam laman MMM, juga dialami Muhammad Nur Ichwan. Pengajar di kampus negeri di Semarang tersebut mengaku sudah sejak 15 April ikut dan sudah ada di level manager 100 atau tingkat ke-2.
"Tinggal pantau kalau sudah sebulan. Tiap hari online. Melihat kalau ada yang memberikan kita bantuan balik. Yang menentukan siapa yang kita bantu atau yang membantu kita dari sistem. Bukan manager atas kita atau kita sendiri," ujarnya.
Di rumah makan milik Kus, Kamis (7/8) malam itu terlihat belasan partisipan MMM datang. Mereka berdiskusi dan berkonsultasi dengan Kus. Tiga mobil terlihat berjajar, dengan stiker MMM di kaca belakang. Sebagian lain terlihat menggunakan sepeda motor. (*)
source : http://jateng.tribunnews.com/2014/08/08/di-semarang-ada-50-ribu-partisipan-mmm
Dia sangat menyesalkan jika bisnis yang juga dilakukannya tersebut akan dibawa ke ranah hukum seperti yang diketahuinya dari berita di media massa yang mulai beredar.
"Kami ini bukan arisan, bukan juga investasi. Apalagi utang piutang. Karena orang yang membantu tidak akan bertrasaksi lagi dengan yang dibantu. Kami ini bisnis dengan judul saling membantu satu sama lain walau tidak saling mengenal. Trust jadi hal yang kami pegang dalam bisnis ini," ujar Kus.
Walaupun MMM tak ada yang menjamin, tidak ada garansi, uang bisa saja hilang tapi selama 11 bulan berkutat dengan hal itu, Kus tidak merasa ada kerugian. "Kalaupun nanti ada yang membawa ke pengadilan bahwa bisnis ini melanggar, FKPI yang sudah berbadan hukum siap memanyungi," tegasnya.
Di Kota Semarang menurutnya sudah ada sekitar 50.000 partisipan MMM yang terdaftar. Namun bukan berarti ada 50.000 orang yang ikut karena tiap orang bisa memiliki lebih dari satu akun untuk didaftarkan ke sistem.
"MMM memiliki 10 pintu transaksi. Berbeda dengan bank yang hanya memiliki 1 atau 2 pintu. Namun kami tetap menjalankan asas saling membantu secara bergantian. Tak melulu minta bantuan dan mencari keuntungan perbulan saja," imbuhnya.
Sistem MMM memang memberi keuntungan kepada partisipan. Kenaikan perbulannya secara stabil naik 30 persen dari dana yang disetorkan ke laman. "Kenaikannya terjadi tiap hari Selasa dan Kamis. Perorang itungan bulannya berbeda beda tergantung kapan dia mulai masuk," lanjut Kus.
Dirinya pun tak ragu pada 23 Agustus mendatang mengadakan seminar MMM di Convention Hall MAJT Semarang. "Buat apa takut, kami ingin mensosialisasikan bisnis ini kepada lebih banyak orang," tukas Kus.
Kegandrungan ikut berbisnis dalam laman MMM, juga dialami Muhammad Nur Ichwan. Pengajar di kampus negeri di Semarang tersebut mengaku sudah sejak 15 April ikut dan sudah ada di level manager 100 atau tingkat ke-2.
"Tinggal pantau kalau sudah sebulan. Tiap hari online. Melihat kalau ada yang memberikan kita bantuan balik. Yang menentukan siapa yang kita bantu atau yang membantu kita dari sistem. Bukan manager atas kita atau kita sendiri," ujarnya.
Di rumah makan milik Kus, Kamis (7/8) malam itu terlihat belasan partisipan MMM datang. Mereka berdiskusi dan berkonsultasi dengan Kus. Tiga mobil terlihat berjajar, dengan stiker MMM di kaca belakang. Sebagian lain terlihat menggunakan sepeda motor. (*)
source : http://jateng.tribunnews.com/2014/08/08/di-semarang-ada-50-ribu-partisipan-mmm